Logo Header

Tanpa Perwakilan DPRD Makassar, Jaringan Organisasi Disabilitas Tetap Gelar Diskusi Kota Inklusi

Nuri
Nuri Kamis, 16 Juli 2020 18:22
Tanpa Perwakilan DPRD Makassar, Jaringan Organisasi Disabilitas Tetap Gelar Diskusi Kota Inklusi

RAGAM.ID, MAKASSAR – Jaringan Koalisi Organisasi Disabilitas Kota Makassar menggelar diskusi bertajuk proses perencanaan pembangunan (RIPD dan RAD Kota Makassar sebagai Kota Inklusi).

Kegiatan ini, merupakan kerjasama antara PerDIK sebagai anggota Koalisi Organisasi Peduli Disabilitas Kota Makassar, bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan menjadi bagian dari program “Monitoring Layanan Publik Bagi Penyandang Disabilitas”.

Ketua PerDIK Ishak Salim mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan atau public hearing antara jaringan koalisi dengan DPRD dan Bapeda pada 10 dan 13 maret Lalu.

“Kita ingin melihat apakah Pemkot Makassar sudah memasukkan tuntutan-tuntutan warga difabel Makassar dalam perencanaan pembangunan tahun 2020. Makanya kami mengundang pihak DPRD dan OPD yang bersentuhan langsung dengan isu disabilitas,” jelas Ishak.

Sementara, Direktur PerDIK Abd. Rahman atau akrap disapa Gus Dur, menyatakan sangat menyayangkan sikap DPRD yang terkesan kurang peduli dengan persoalan disabilitas di kota Makassar, setelah tak hadir dalam diskusi tersebut meski telah diundang.

Ia pun membeberkan bahwa ini sudah kali kedua, jaringan koalisi melibatkan DPRD dalam kerja-kerja advokasi jaringan koalisi organisasi disabilitas Makassar, tapi kurang mendapat respon yang baik dari DPR.

“Dulu waktu kita mau hearing dengan DPRD kota, kami masukkan surat permohonan hearing seminggu sebelumnya, tapi setelah seharian menunggu di kantor mereka (DPRD), hanya satu anggota dewan yang menemui kami.” jelas Gus Dur.

“Minggu lalu juga kami sudah masukkan surat permohonan sebagai pemateri ke DPRD kota, Tapi lagi-lagi tidak ada satupun anggota DPRD yang bisa hadir. Padahal ini isu penting, menyakut anggaran bagi warga disabilitas Makassar, yang seharusnya menjadi tanggungjawab DPRD,” sesal Gus Dur.

Acara itupun hanya dihadiri oleh perwakilan dari organisasi disabilitas, Mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Makassar, Gorontalo dan Jogja. Dari kalangan pemerintah kota hadir sejumlah perwakilan dari Bapeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan dan Dinas Sosial, serta hadir pula Sunarman Sukamto dari Kantor Staf Kepresidenan.

Dalam pemaparan presentasinya, Kepala Bappeda kota Makassar menyampaikan beberapa kebijakan penting terkait urgensi pelibatan difabel dalam perencanaan pembangunan, seperti Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2020 tentang Komisi Nasional disabilitas, dan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 tahun 2013, dan Peraturan Walikota Makassar Nomor 61 tahun 2015, yang menjamin partisipasi warga difabel Makassar di berbagai bidang pembangunan.

Kepala Bappeda juga menyampaikan bahwa tuntutan warga difabel Makassar yang diajukan dalam pertemuan dengan Bappeda Maret lalu telah diteruskan pada Organisasi Perangkat Daerah Terkait.

“Beberapa SKPD mulai menyusun program tentang inklusi atau difabel, dilihat dari beberapa regulasi menteri dan pemerintah beberapa sudah dicantumkan, mudah-mudahan isu tentang difabel bisa lebih terencana dan terealisasikan,” jelasnya.

Ketua Bappeda Kota Makassar juga menyampaikan kesiapan pemerintah kota untuk menyusun Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) dan akan melibatkan organisasi disabilitas maupun organisasi lainnya yang peduli pada isu disabilitas. Pihak Bappeda juga menyampaikan bahwa RIPD Kota Makassar nantinya diturunkan menjadi Rencana Aksi Daerah yang dalam hal ini difokuskan untuk pencapaian tujuan Makassar sebagai Kota Inklusi.

Perwakilan jaringan koalisi, Nur Syarif Ramadhan, menyampaikan, hasil analisis anggaran dari tujuh OPD, yakni Dinas Pendidikan, Dinas PU, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Catatan Sipil, Dinas Pemuda dan Olahraga serta Dinas Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak. OPD tersebut dipilih karena paling sering bersentuhan dengan isu disabilitas.

“Pemenuhan hak Difabel atas anggaran di Kota Makassar masih terbatas dan tidak konsisten dari tahun 2017 sampai 2019,” pungkas Syarif.

Ada tujuh hal penting yang dia sampaikan terkait hasil analisis tersebut yakni:

1. Nol koma nol sekian persen anggaran Inklusi di Bidang Pendidikan,

2. Inkonsistensi dan terus menurunnya anggaran bidang kesehatan,

3. Dambaan penerapan desain universal di bidang pekerjaan umum,

4. Perlindungan sosial bagi difabel belum signifikan,

5. Perempuan dan anak difabel belum prioritas dalam anggaran,

6. Pentingnya menjangkau difabel yang belum banyak terdata, dan

7. Atlet Difabel kurang perhatian.

Sebagai masukan untuk pemerintah dalam merencanakan program yang berpihak pada difabel, Syarif juga memaparkan saran-saran dari Jaringan Koalisi Organisasi Disabilitas Kota Makassar yang meliputi 12 bidang.

Bidang-bidang yang menjadi usulan program pembangunan tersebut mencakup: Bidang Mobilitas dan Fasilitas Umum, Pendidikan (Bidang Infrastruktur dan Bidang Non- Infrastruktur), Kesehatan, Ketenagakerjaan, Ekonomi, Politik dan kewarganegaraan, Bantuan dan Jaminan Sosial, Informasi dan Komunikasi, Olahraga, Rekreasi dan Kesenian, Hukum dan HAM, Teknologi Tepat Guna, dan Pengurangan Risiko Bencana.

Rencana ke Depan

Di sesi akhir diskusi publik yang dihadiri sekitar 70 peserta ini dirumuskan sejumlah output.

Pertama, warga difabel harus lebih aktif dalam mengikuti seluruh proses perencanaan mulai dari tingkat kelurahan sampai kota Makassar. Untuk itu, selain kekuatan difabel bertumpu pada organisasi difabel yang ada, difabel juga secara individual sebagai warga negara yang kritis perlu terus menyampaikan kepentingan atau kebutuhannya.

Kedua, organisasi perangkat daerah harus membuka diri atas perspektif disabilitas dalam menyiapkan dan menyajikan program di sektornya masing-masing. OPD kota Makassar Harus proaktif di saat tak ada usulan program untuk disabilitas, maka harus tetap mengajukan program difabel di bidangnya. Selain itu setiap OPD harus terbuka terhadap difabel jika berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring pembangunan.

Ketiga, organisasi peduli disabilitas harus menyampaikan sikap kritis kepada DPRD kota Makassar yang dalam proses ini tidak menunjukkan sikap kepedulian terhadap isu disabilitas. Harus disadari, penduduk difabel di suatu daerah setidaknya terdapat 10-15% penduduk dan ini merupakan angka yang tinggi yang sepatutnya diutamakan oleh para wakil rakyat.

Nuri
Nuri Kamis, 16 Juli 2020 18:22
Komentar