Logo Header

Wapres Ahli Mikroba Se-dunia Latih Gempita Indonesia Wujudkan Ketahanan Pangan

Nuri
Nuri Kamis, 16 Juli 2020 17:52
Wapres Ahli Mikroba Se-dunia Latih Gempita Indonesia Wujudkan Ketahanan Pangan

RAGAM.ID, JAKARTA – Tanah indonesia merupakan tanah tersubur di dunia, sehingga bangsa ini memiliki posisi istimewa karena berada di garis khatulistiwa dan secara geografis yang dilintasi oleh matahari, serta berbagai faktor lain yang menjadikan tanah Indonesia merupakan tanah tersubur di dunia.

Pernyataan ini disampaikan Wakil Presiden Ahli Mikroba Se-dunia DR. Anton Muhibuddin yang dalam kegiatan pelatihan Produksi Pupuk Hayati dan Organik melalui webinar nasional melalui aplikasi zoom dan streming youtube yang diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Tani Indonesia (Gempita), Rabu 15/07/2020.

Pelatihan oleh Wapres Ahli mikroba Se-dunia  ini sendiri berdurasi 2 jam telah diunggah di laman youtube dengan judul: “Webinar Pelatihan Produksi Pupuk Hayati dan Organik – DR. ANTON MUHIBUDDIN”.

Kesuburan tanah indonesia ini ditandai oleh keragaman mikroba, kandungan hara yang tinggi yang sangat dibutuhkan oleh tanaman, sehingga Wapres Ahli Mikroba Dr. Anton Muhibuddin menyebut keistimewaan ini menjamin kebutuhan tanaman untuk tumbuh dan produktif.

“500 hingga 10 ribu spesies jamur atau mikroba ada dipermukaan 60 cm diatas tanah kita” ungkap Wapres Dr. Anton

“Puluhan ribu spesies mikroba ini, lanjut Dr. Anton, 95 sampai 97 persen spesies tersebut bermanfaat bagi tanaman salah satunya mikoriza,” lanjutnya

Dia mencontohkan manfaatnya untuk tanaman dn lingkungan, penggunaan mikroba terbaik yang sudah dipilih ditanah untuk mengurai seresa-seresa padi ataupun jagung akan menjadikan seresa terkomposisi secara capat dan menjadi sumber nutrisi baru bagi tanaman.

”Dengan cara sederhana ini dampaknya maka tidak perlu lagi ada pemupukan untuk tanah dan ini akan menghemat biaya produksi” ulas Dr. Anton

Dr. Anton memaparkan Secara teknis untuk memproduksi secara massal mikoriza, yang perlu dipersiapkan yaitu tanah dan pasir, dimana kombinasinya satu kilo tanah dengan satu kilo pasir, bahan pertama ini tempat tumbuhnya mikoriza.

Oleh karena itu, tanah dan pasir harus disterilkan dengan cara dipanaskan dengan bahan apapun bsepertimemakai tong, panci menanak nasi  yang prinsipnya bisa menghantar panas, bisa sejam atau setengah jam.

Bahan yang kedua, adalah tanaman sebagai media berkembng biak, tanamannya bisa bermacam-macam, semisal jagung dan sawi sebagai inang atau induk bagi mikoriza, agar dapat menginfeksi.

Jadi ada kerjasama antara tanaman dan tanah agar mikoriza berkembang dengan baik,

Dan bahan yang ketiga, ialah mikoriza itu sendiri, lanjut Dr. Anton. Mikoriza sendiri bisa didapatkan dengan cara isolasi sendiri atau bisa dibeli dengan harga 30 ribu sampai 50 ribu. Tergantung kualitas spora isolat mikoriza itu sendiri.

Dr. Anton menjelaskan, memilih jagung sebagai Tanaman yang paling tepat sebagai inang bagi mikoriza karena ukuran akarnya pas, selanjutnya  pada saat penanaman 2-3 cm di bawah biji jagung.

Ditanam seperti biasanya diatas polybag yang sudah di isi tanah dan pasir yang sudah disterilkan tadi.  Maka Setelah akar jagung tumbuh dan menyentuh mikoriza otomatis akan terinfeksi. Tutur Pria berkacamata ini

Selanjutnya, setelah 2 sampai 3 bulan  jagung tetap dibiarkan tanpa pemupukan  kita akan panen dan mendapatkan ribuan kali lipat dari jumlah mikorza awal yang ditanam, secara teoritis jika kita menabur 10 gram mikoriza pada benih jagung makan kita memperoleh 1 hingga 3 kilo mikoriza. ungkapnya

“Hasilnya mikoriza dalam jumlah besar tersebut dapat diaplikasikan dengan cara sama tadi untuk tanaman jagung atau tanaman lainnya. Karenanya, mikoriza ini berfungsi mencarikan air, mineral dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman,” Jelas Dr. Anton

Ia pun menegaskan siap mensupport dan menyediakan isolat mikoriza yang dibutuhkan untuk diproduksi massal oleh KUB secara nasional sekaligus mendampingi dan memonitor produksinya sehingga ditangan KUB  dapat terwujud ketahanan pangan nasional.

Nuri
Nuri Kamis, 16 Juli 2020 17:52
Komentar