LBH Desak Polisi Bebaskan 37 Demonstran RUU Cipta Kerja di Makassar
RAGAM.ID, MAKASSAR – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak kepolisian yang menangkap para demonstran, saat menggelar aksi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Makassar, Kamis (16/7/2020).
Advokat Publik LBH Makassar, Muhammad Ansar menjelaskan, DPR RI melangsungkan Rapat Paripurna pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas 2020. Salah satu didalamnya RUU Cipta Kerja, yang selama ini masih sangat kontroversi dalam proses pembahasannya dan menuai penolakan secara substansi dari berbagai elemen masyarakat.
Rakyat mendesak pembatalan pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU lain yang tidak pro terhadap rakyat, elemen masyarakat sipil melakukan aksi di berbagai Kota melakukan aksi serentak.
Di Kota Makassar, sejak pagi hari berbagai aliansi gabungan telah memadati sepanjang Jalan Urip Sumoharjo, tepatnya di depan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Dari pantauan langsung YLBHI LBH Makassar dilapangan, setidaknya terdapat 7 aliansi masyarakat sipil, Buruh, dan Pemuda Mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi di sekitaran Depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan, dengan isu yang sama. “Yaitu, menolak dan menuntut pembatalan pembahasan RUU Cipta Kerja, yang diagendakan hari ini,” kata Ansar.
Sejak pagi, aksi berlangsung damai. Namun pada sekitar pukul 14.20 Wita pihak kepolisian membubarkan peserta aksi secara paksa, dengan menembakkan gas air mata, terutama ke arah salah satu Aliansi yaitu Aliansi Pelajar Mahasiswa Makassar (MAKAR) yang berada di atas Fly Over.
“Aliansi MAKAR belum sempat bergeser ke depan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, karena di sana telah dipenuhi oleh Peserta aksi dari Aliansi yang berbeda, yang memang sempat bersitegang dengan pihak keamanan,” kata Ansar.
Aliansi MAKAR kemudian berlarian diatas Fly Over menghindari asap gas air mata, yang ditembakan secara polisi ke arah massa yang ramai pengendara sedang melintas. Kepolisian kemudian melakukan pengejaran dan penyisiran, hingga depan Kampus Universitas Bosiwa dan Universitas Muslim Indonesia, serta lorong lorong sekitarnya.
“Kepolisian terus melepaskan tembakan gas air mata, hingga masuk ke sekitar perkampungan masyarakat padat di sekitar Universitas Bosowa,” ujarnya.
Dari pantau YLBHI LBH Makassar di lapangan dan dokumentasi yang diperoleh dari masyarakat telah terjadi represifitas terhadap peserta aksi khususnya dari Aliansi MAKAR, dengan melakukan pemburuan, pemukulan, penangkapan sewenang-wenang dan penyitaan barang pribadi. Sejak tulisan ini diterbitkan, setidaknya data dari pantauan di lapangan dan laporan yang telah dihimpun terdapat sekitar 30-an lebih Pelajar dan atau Mahasiswa yang ditangkap dan atau setidaknya masih dinyatakan hilang, 1 diantaranya adalah Perempuan dan terdapat 2 usia anak.
“Mereka digelandang ke Kantor Polrestabes Makassar,” katanya.
Tindakan kepolisian ini telah “mengancam demokrasi” dan menciderai kinerja Institusi Kepolisian. Tindakan tersebut diatas diduga kuat telah melanggar prinsip – prinsip HAM dan Aturan Hukum dalam menjalankan tugasnya, diantaranya :
Pertama, pembubaran paksa peserta aksi oleh Kepolisian diduga kuat telah menciderai hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi sebagaiman yang diatur dalam UUD Pasal 28 ayat 3 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat”, UU UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.
Kedua, kepolisian dalam menjalankan tugas pengamanan telah mengabaikan terhadap kewajiban dan tanggung jawab dalam memastikan perlindungan Hak Asasi Manusia, mengahargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan. Serta bentuk tindakan yang dilakukan terhadap Peserta aksi kesemuanya telah melanggar pasal 13, 14 dan 24 yang telah diatur dalan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) No. 09 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum
Selain itu, tindakan kepolisian melakukan penangkapan dan penahanan terhadap peserta aksi diduga kuat telah melanggar Pasal-pasal yang terdapat dalam Perkap No 08 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, terkhusus pada pasal 11 ayat 1 poin a telah ditegaskan bahwa “Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum.”
“Maka berdasarkan pantauan dan informasi, serta bukti-bukti yang diperoleh, YLBHI LBH Makassar mengecam dan mendesak,” katanya.
Pertama, mengecam tindakan refresif, penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang terhadap Peserta Aksi yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar.
Kedua, mendesak Polrestabes Makassar untuk segera membebaskan seluruh peserta aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang dan masih ditahan.
Ketiga, menuntut Polrestabes Makassar agar tidak melakukan penghalang-halangan pendapingan hukum terhadap mereka yang masih ditahan.
Keempat, mendesak Kepolisian Republik Indonesia, untuk melakukan penyelidikan kepada anggota Polrestabes Makassar yang melakukan penangkapan sewenang-sewenang.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel Komisaris Besar Polisi Ibrahim Tompo membenarkan, terjadinya penangkapan tersebut. Ibrahim menyebut 37 demonstran yang ditangkap masih berada di Polrestabes Makassar untuk menjalani pemeriksaan.
“36 tambah 1 wanita diamankan,” kata Ibrahim Tompo. (ril)