Salurkan Sembako untuk Mahasiswa Difabel, HMI Maktim: Penyebaran Bantuan Harus Merata
RAGAM.ID, MAKASSAR – Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Makassar Timur (HMI Maktim) menyalurkan bantuan kepada mahasiswa difabel atau disabilitas. Bantuan tersebut berupa sejumlah paket sembako, yang disalurkan melalui Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik). Jumat, (24/4)
Penyaluran bantuan tersebut merupakan bentuk kepedulian HMI Maktim kepada masyarakat Kota Makassar, tanpa terkecuali para mahasiswa difabel, yang terkena dampak dari berbagai kebijakan pembatasan selama masa pandemi Corona.
“Pembagian paket sembako mesti merata ke semua warga kota, khususnya para difabel yang mengalami dampak dari pandemi ini” Ungkap Suhardi, Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial HMI Cabang Makassar Timur kepada Wartawan, Jumat, (24/4).
Sebelumnya HMI Maktim bersama Perdik telah menyalurkan bantuan, sejumlah hand sanitizer kepada para difabel yang berdomisili di kecamatan Ujung Pandang, Jumat (10/4).
HMI Maktim telah membuka posko penanggulangan Covid-19, di sekretariat yang bertempat di Jalan Perintis Kemerdekan. Sejauh ini telah banyak pihak yang terlibat memasok bantuan melalui posko tersebut, termasuk dari Gubernur dan Polda Sulsel.
Sementara itu, Pengurus Perdik mengungkapkan rasa senang dapat bekerjasama dengan HMI Maktim.
“kami telah membangun jaringan kepada beberapa pihak, seperti perusahaan-perusahan dan berbagai komunitas sosial. Dan itu mengapa kami bertemu dengan kawan HMI (HMI MAKTIM). Kami senang bekerja sama dengan mereka” Ujar Direktur Perdik, Adbul Rahman kepada Wartawan (24/4).
Di samping itu, pria yang akrab disapa Gusdur ini mengungkapkan bahwa selain mahasiswa difabel. Sebenarnya yang paling terkena dampak dari berbagai kebijakan pembatasan selama masa pandemi ini ialah para difabel lansia.
Selama ini pemerintah hanya mewacanakan bantuan pada karyawan yang terkena PHK. Sementara, menurut data yang mereka himpun, mayoritas difabel lansia tak bekerja sebagai karwayan, melainkan sebagai penyedia jasa.
“Mereka sebenarnya pihak yang paling rentan. kebanyakan mereka bukan karyawan. Seperti tuna netra, semenjak ada pembatasan, mereka tak dapat lagi menawarkan jasa pijat. Dan orang tuli dan eks-penderita kusta yang bekerja sebagai tukang parkir” ungkapnya(*)