Logo Header

Khutbah Idul Fitri: Esensi Idul Fitri Menuguhkan Ketakwaan dalam Mentransformasikan Kesalehan Sosial

Ridwan
Ridwan Senin, 31 Maret 2025 01:46
Khutbah Idul Fitri: Esensi Idul Fitri Menuguhkan Ketakwaan dalam Mentransformasikan Kesalehan Sosial

Oleh: Prof Dr H Andi Marjuni M Pd

RAMADHAN sudah usai, tapi pesan, kesan dan pelajarannya jangan hilang begitu saja. Di puncak momentum Ramadhan yakni perayaan Idul Fitri menjadi sebuah refleksi dalam memaknai esensi perjalanan bulan ramadahan selama 30 hari lamanya.

Olehnya Khutbah Idul Fitri kali ini berjudul “Esensi Idul Fitri Menuguhkan Ketakwaan dalam Mentransformasikan Kesalehan Sosial” yang dibawakan oleh Prof Dr H Andi Marjuni M Pd di Lapangan Hartasing, Makassar.

Khutbah 1

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ (3) وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. نَحْمَدُ اللهَ حَقَّ حَمْدِهِ، وَنَشْكُرُهُ حَقَّ شُكْرِهِ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِالدِّيْنِ الْقَوِيْمِ، أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَإِمَامًا لِلْمُتَّقِيْنَ وَحُجَّةَ عَلَى الْخَلاَئِقِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ.

KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT PARA A’DIN DAN A’IDAT YANG BERBAHAGIA DAN DIRAHMATI ALLAH

Di hari agung nan fitri ini, gemuruh takbir tahmid dan tahlil telah memenuhi jagat raya, Kita sampaikan rasa syukur kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi, yang menggeluarkan kita di dunia, kemudian mengantarkan kita kepada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kita sadar betul bahwa banyak di antara sahabat dan handai tolan kita yang tidak dapat berkumpul bersama kita; sebagian karena mereka berada di perantauan dan tidak bisa mudik, sebagian karena berbaring di rumah sakit dan sebagian lagi karena telah mendahului kita ke alam baqa.

Suara gema Takbir, Tahlil dan Tahmid yang terdengar sejak kemarin yang menandai akhir dari Ramadhan merupakan pernyataan tulus dan pengakuan batin dari kaum muslimin bahwa di dunia ini hanya Allahlah yang Maha Agung, hanya Allahlah yang Maha Perkasa, hanya Allahlah yang Maha Berkehendak, dan hanya Allah yang Maha segala-galanya. Dan karena itu hanya kepada Allahlah tertuju segala puja dan puji, syukur dan terima kasih. Tiada Tuhan selain Allah swt.

Betapa sedihnya dan beratnya kita saat harus melepas pergi bulan Suci Ramadhan. Bulan yang sarat dengan berbagai macam Fadilah dan keutamaan, bulan yang penuh dengan curahan rahmat dan genangan Magfirah, bulan di mana hari-hari dalam kehidupan kita terasa dekat dan akrab dengan pencipta. Kini dia pergi dan meninggalkan kita semua, yang tinggal hanya harapan semoga kita dapat dipertemukan pada Tahun depan Insya Allah. Rasulullah dalam sabdanya :

“Apabila malam terakhir bulan Ramadhan tiba, maka menagisla langit, bumi, dan para malaikat atas kepergian bulan Ramadhan karena pada bulan itu semua doa diijabah, semua sedekah diterima, dan semua kebaikan dilipatgandakan pahalannya. (Hr. Jabir)

Sesungguh sekiranya umatku tau dan mengerti apa yang tersimpan di bulan Ramadhan, niscaya mereka berharap agar seluruh bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadhan saja.”

Bukankah selama Bulan Ramadhan kita telah berusaha berkomunikasi dan berkonsentrasi penuh dengan Allah ?. Disiang hari kita menjalankan ibadah puasa dengan menahan diri dari berbagai godaan dan berusaha membendung gejolak hawa nafsu yang selalu memotifasi untuk melakukan sikap dan tindakan yang negatif seperti mementingkan diri sendiri, enggan berbagi rasa dengan sesama, menginjak-injak hak asai manusia, menutup-nutupi kebenaran, menonjolkan dan mendukung kebatilan.

Karena itu, tidak ada yang paling terharu dan bahagia melebihi rasa haru dan bahagia kita pada pagi hari ini sebagian orang yang beriman. Di mana Allah swt telah menjanjikan kepada kita suatu penghargaan yang begitu mulia, suatu posisi yang teramat strategis, serta satya lencana yang begitu tinggi yakni puncak keimanan berupa ketaqwaan.

Kita ungkapkan rasa syukur kita dengan membesarkan Allah dan merendahkan diri kita di hadapan-Nya. Dalam shalat, kita ratakan dahi kita di atas tanah seraya mengucapkan sembah kita: Subhana Rabbiyal a’la. (Maha suci Tuhanku yang Maha Tinggi). Kita akui kerendahan, kelemahan dan kekecilan diri kita. Kita sadari ketinggian, kekuasaan dan kebesaran Tuhan Rabbul Alamin. Dia-lah sewaktu-waktu dapat mengambil dan mencabut nyawa dari ubun-ubun kita, memisahkan kita dari apa yang kita cintai. Dia juga yang setiap saat melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita, melindungi, merawat dan menjaga kita.

Hari ini kita tinggalkan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh rahmah, magfirah dan pembebasan dari api neraka. Imam Ali Zainal Abidin cucu Rasulullah saw., selalu meninggalkan Ramadhan dengan penuh kesedihan. Dengan air mata yang tidak henti-hentinya membasahi wajahnya yang mulia nan sejuk. Beliau mengucapkan salam perpisahan pada bulan Ramadhan. Ia berpisah dengan bulan yang menyertainya dalam mengabdi kepada Allah. Bulan yang menaburkan harapan hamba dari ampunan Tuhan. Bulan yang di dalamnya orang shaleh membersihkan hati dengan air mata tobat dan penyesalan. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih utama dari pada seribu bulan yaitu lailatulqadri.

Seperti Imam Ali Zainal Abidin, marilah kita ucapkan salam perpisahan kepada Ramadhan: Wahai bulan Allah yang agung, wahai waktu-waktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan. Wahai bulan dengan jam-jam dan hari-hari yang penuh dengan kebaikan. wahai bulan yang ketika harapan di dekatkan dan amal dihamparkan. Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang datang membawa kebahagiaan dan pergi menorehkan kepedihan.

Jemaah Idul Fitri yang berbahagia

Kita sudah meninggalkan bulan Ramadhan. Bulan penyucian batin atau ruhani. Mulai hari ini, kita semua memikul beban berat untuk mengukuhkan nilai nilai ketakwaan dalam mentransformasikan kesalehan sosial ditengah gelomban perubahan digital. Selama sebulan, Allah swt. menyaksikan kita bangun di waktu dini hari dan mendengarkan lantunan istigfar kita. Alangkah malangnya bila setelah hari ini, Allah melihat kita tidur lelap bahkan melewati waktu subuh. Selama sebulan penuh, bibir kita bergetar dengan doa dan zikir, lidah kita basah dengan lantunan kalimat suci Alquran. Celakalah kita bila kita gunakan bibir dan lidah yang sama untuk menggunjing, memfitnah dan mencaci-maki sesama kaum muslim dan non muslim lainnya. Setelah hari ini, kita akan diuji apakah kita termasuk orang-orang yang terus mensucikan diri, berzikir dan shalat atau tetap mencintai dan mendahulukan dunia. Apakah kita termasuk tazakka wa dzakarasma rabbihi fashalla atau kita termasuk tu’tsirunal hayatad dunya.

Kita baru saja selesai melaksanakan ibadah puasa, yang mengandung efek dan hikmah paripurna, yang menempah jiwa kita menjadi teguh dan kuat membentuk watak, disiplin dan siaga laksanakan seorang prajurit yang bertempur dimedan juang kita telah kembali dan front sebagai pemenang atau pahlawan, karena kesyukuran dan kegembiraan itulah kita mengucapkan kata – kata :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، وَجَعَلَنَا مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ

Di dalam rangkaian kata-kata itu terkandung do’a dan pengharapan, mudah-mudahan amal amal ibadah kita diterima Allah swt dan kita termasuk dalam barisan orang-orang yang kembali medan juang sebagai kesatria atau lulus dari latihan dengan angka yang terbaik. (cumlaude)

Shalat Idul Fitri adalah shalat yang memisahkan kita antara Ramadhan dan sesudah Ramadhan, antara hari-hari latihan kesucian dan mempertahankannya. Mari kita simak dan renungkan kembali Surah al-A’la:Allah swt. berfirman

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى. الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى

Sucikanlah nama Tuhan-Mu Yang Maha Tinggi. Dia yang menciptakan dan menyempurnakan ciptaan itu, yang menetapkan ketentuan dan pemberi petunjuk.

Sucikanlah nama Tuhan-Mu dengan zikir, doa, istigfar, shalat dan amal shaleh. Sucikan Dia dengan mensucikan dirimu seperti yang pernah kalian lakukan di bulan Ramadhan. Inilah salah satu sifat Allah. Dia menciptakan siapa saja yang dikehendakinya dan menuntunnya kearah kesempurnaan. Ia menetapkan ketentuan dan memberikan petunjuk. Hanya orang yang mengikuti ketentuan dan petunjuk-Nya yang bergerak menuju kesempurnaan yang hakiki.

Setelah sebulan lamanya kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah, setelah kita mengurangi makan dan tidur untuk menaati ketentuan dan petunjuk Allah,kita akan diuji sampai Ramadhan yang akan datang. Apakah kita termasuk hamba-hamba Allah yang setia mengikuti ketentuan dan petunjuk-Nya, sehingga sedikit demi sedikit kita naik ke maqam yang lebih tinggi, setapak demi setapak kita mendekati Allah yang Mahamulia. Ataukah ruhani kita yang indah dan tumbuh subur di bulan Ramadhan yang dilukiskan Alquran seperti al-Mar’a (rerumputan yang hijau) akan berubah menjadi ghutsa’an ahwa(sampah yang hitam)?

Kita pantas cemas memikirkan hari-hari sesudah hari ini. Kita patut berhati-hati menjaga diri setelah bulan penyucian berlalu. Rasulullah saw sering merintih memohon ampunan, padahal beliau adalah manusia yang disucikan, insan yang sudah mencapai derajat kesempurnaan

Pernah suatu saat, Ummu Salamah terbangun di pertengahan malam dan melihat Rasulullah tidak ada. Kemudian di sudut rumah ia mendengar Rasulullah menangis terisak-isak dan berkata: Tuhan,jangan tinggalkan aku sendirian dalam sekejap mata pun. Aisyah ra juga pernah menyaksikan Rasulullah saw tidak henti-hentinya menangis pada shalat malamnya sehingga janggutnya basah dengan deraian air matanya. Ketika sahabat bertanya, Mengapa? Nabi menjawab: أفلا أكون عبدا شكورا Bukankah aku belum menjadi hamba yang pintar bersyukur.

Idul Fitri di tengah gelombang perubahan mempunyai relevansi yang tinggi dengan ibadah puasa, tidak akan ada Idul Fitri apabila tidak ada puasa, sedang ibadah puasa mengandung nila dimensi ketakwaan dan dimensi kekhalifahan bagi manusia. Manusia sesuai fitrahnya sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini mempunyai tugas suci yaitu memakmurkan bumi dengan segala isinya, menegakkan kebenaran, keadilan dan melaksanakan kebajikan, untuk mewujudkan dan meninkatkan kesejahteraan kehidupan ditengah gelombang dan modernisasi, diperlukan kekuatan batin manusia untuk mencegah dan menahan kecenderugan yang serba melampaui batas. Disinilah hikmah puasa yang dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman untuk mampu mengendalikan dan meredam kecenderungan kepada perbuatan yang melampaui batas sehigga menghambat, menggangu bahkan mengancam pemerataan, kesejahteraan kehidupan bangsa.

Di bulan Ramadhan ini di samping kita konsentrasi melaksanakan ibadah ritualitas pada Allah dan di sisi lain kita juga melaksanakan tugas-tugas kita selaku khalifatan dalam kerangka membangun kesahalehan social maka pihak yang kaya bisa merasakan denyut jantung dan detik nadi pihak yang miskin, sehingga pihak yang miskin merasa mendapat kepedulian dari pihak yang kaya, hidup tidak terasa sendiri. Demikianlah hakekat kesejahteraan kehidupan bangsa merupakan jalinan pihak yang miskin, dengan pihak yang kaya, Orang-orang yang beriman sebagai pihak yang kaya, tidak merasa dirugikan oleh pihak yang miskin, karena dirinya dengan segala yang dimilikinya telah terjual dan menjadi milik Allah.

Allah berfirman dalam Surah At taubah ayat 111 :

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ

Terjemahnya:

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.

Rasullulah bersabda :لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه ِ

Artinya :

Tidak sempurna imam seseorang dari kamu sehigga ia menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai bagi dirinya sendiri (HR Ahmad Buchari dan Tarmidzi)

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Dari jendela kemanusiaan kita telah berikhtiar untuk membangun kesalehan social untuk mengangkat derajat masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan cara memberikan bantuan konsumtif dan produktif melalui Zakat Fitrah, Infaq dan Shadaqa, namun hal itu belum seluruhnya bisa teratasi, inilah yang menjadi tantangan di tengah gelombang perubahan, inilah kewajiban kita bersama apabila kita ingin diakui sebagai umat Nabi Muhammad saw. Sebagai mana sabdanya :“Tidaklah termasuk golonganku orang yang tidur nyeyak (karena kelebihan makan) sedang tetangganya tidak dapat tidur (karena kelaparan)”.

Umat Islam selama ini telah berpartisipasi aktif, namun partisipasi itu masih perlu ditingkatkan. Mungkin dihari bahagia ini ada di antara mereka yang termenung berurai air mata melihat anak orang lain bergembira melonjak – lonjak dengan pakaian baru, sepatu baru, pengasih ibu namun siyatim dan simiskin menagis dengan pakaian kumal sambil tafakur dan berpikir “kalaulah ayah bundaku masih hidup barang kali tidak demikian hidup ini” sambil mencoba menghibur diri dan berharap ada orang yang berkepunyaan akan menolong aku menjadi anak asuhnya yang akan menyekolahkanku dan melanjukkan pendidikanku.

Dalam sebuah hadis diriwatatkan oleh Anas bin Malik ra., bercerita tentang pribadi Rasulullah saw tatkala beliau keluar dari rumah menuju pelaksanaan shalat id, ia melihat beberapa anak-anak sedang bermain-main, diantaranya terdapat seorang anak yang duduk menyendiri, seraya menangis dalam pakaian yang agak kumal dan tua. Rasulullah bertanya kepadannya, mengapa tidak turut bermain-main dan mengapa enkau menagis? Si anak menjawab dengan nada seakan-akan ia tidak mengetahui bahwa yang berada dihadapannya itu adalah Rasulullah “pak! Ayaku telah mati dalam medang perang bersama Rasulullah. Kemudian ibuku kawin dengan seorang pria lain. Setelah menghabiskan uangku dan aku telah diusir oleh suaminnya sehingga aku terlantar, tidak bertempat tinggal dan tidak pulah terjamin makan minumku sehari-hari. Aku menangis karena teringat akan ayahku setelah aku melihat sahabat-sahabatku yang masih ber-ayah dan ber-ibu ini bersuka riya merayakan idul fitri” Rasulullah berkata kepadanya” sudika enkau menjadi anakku dan aku menjadi ayahmu dan Aisyah menjadi ibumu dan Fatima menjadi saudaramu. Dengan rasa yang gembira anak itu menerima tawaran Rasulullah yang membawanya pulang kerumah, dan diberi pakaian serta makan dan minum kemudian disuruh kembali bermain bersama sahabat-sahabatnya.

HADIRIN SIDANG JAMAAH ID YANG DIMULIAKAN ALLAH

Islam mengakui adanya perbedaan dan keragaman dalam berbangsa dan berpolitik. Dalam waktu yang bersamaan pula Islam menekankan agar perbedaan itu jangan dijadikan sumber perpecahan dan perselisihan apalagi sampai kepada diskriminasi dan pembunuhan. Seorang sufi Besar Bernama Wahidul Khan pernah mengatakan “Hidup adalah Perjuangan dan Mustahil Perjuangan Tanpa pengorbanan.” Begitu pentingnya namanya persatuan dan solidaritas umat dalam pembangunan sampai-sampai Islam memberikan ancaman bagi orang yang tidak punya kepedulian sosial sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ma,un ayat 1sampai 3 :

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ ﴿١﴾ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ ﴿٢﴾ وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ ﴿٣﴾

Terjemahnya

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Idul Fitri mempunyai kaitan yang sangat kuat dengan nilai bulan Ramadahan, bulan diturunkanya wahyu perdana yang termaktub pada surat Al-Alaq 1 sampai 5:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Wahyu perdana ini merupakan konsep dasar wujud dari insan kamil yaitu manusia seutuhnya sebagai sumber daya manusia, insan kamil merupakan subyek pembangunan nasional. Sebagai subyek pembangunan nasional mempunyai kewajiban sesuai bidang masing-masing untuk berperan serta meningkatkan pemerataan kesejahteraan kehidupan di tengah gelombang perubahan kehidupan.

Profil manusia seutuhanya yang dikehendaki dalam ayat ini ialah

a. Manusia yang berkeyakinan terhadap keesaan Allah dengan segala konsekuensinya, rela diatur oleh Allah dan diatur oleh para pemimpinnya.

b. Manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur yang menempatkan diri sesuai dengan fungsinya masing-masing inilah wujud manusia yang adil dan beradab.

c. Manusia yang memiliki kesadaran persatuan dan kesatuan nasional. Kesadaran ber-pengabdian ini menumbuhkan pula kesadaran berkorban untuk kepentingan pembangunan bangsa, Negara dan agama.

Nilai – nilai seperti itulah yang diajarkan dan dilatihkan dalam bulan Ramadhan yang pada hakikatnya merupakan ciri dan indikator orang yang bertaqwa. Apabila nilai takwa itu sudah merupakan kebutuhan jiwa seorang mukmin dan itu sudah dapat ditransformasikan menjadi sesuatu yang partisipatif yang secara nyata menyentuh kehidupan sehari-hari maka pada saat itulah manusia mencapai derajat tertinggi sebagai hamba Allah, dan dihargai pula oleh masyarakat dan bangsanya.

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، 2 اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

الحمد لله ربالعالمين وبه نستعين علي امر الدنيا والدين . واشهد ان لا اه الا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله . اللهم صل علي سيدنا محمد وعلي اله واصحابه… (اما بعد ). فيا ايهاالمسلمون رحيمكم الله اتقو الله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون واطيعو الله ورسول واولي الامر منكم

Akhirnya marilah kita berdo’a kepada Allah swt.

Dengan demikian, di penghujung khutbah ini khatib mengajak kepada seluruh jemaah untuk sejenak menundukkan kepala, memusatkan hati dan pikiran kita kepada Allah, seraya memohon kepada-Nya semoga kita semua mendapat petunjuk, ampunan dan ridha Allah. Amin

Ya Allah izinkanlah kami menghadap kehadirat-Mu dengan segenap harap, tak lain karena kami adalah makhluk-Mu yang dhaif. Banyak salah dan dosa yang pernah kami perbuat. Kesalahan telah membuat nurani kami beku karena seringnya melalaikan seruhan-Mu. Dosa-dosa telah menjadikan hati kami layu karena mudahnya melakukan larangan-Mu. Sesungguhnya dengan itu semua, kami malu menemuimu, tak sanggup bersimpuh di hadapan-Mu, menengedahkan tangan sambil berdoa

Tetapi ya Allah, Ya Gaffar, jangan Engkau biarkan kami tertinggal di pojok kegelapan sejarah. Janganlah biarkan kami terpuruk di sudut kelabu keputusasaan. Terimalah kami menghadap, mengiba dan memohon kepada-Mu. Engkau sajalah yang mudah memaafkan, ringan mengampuni dan enteng mengabulkan doa-doa hamba-Mu yang Allah

Ya Allah,?bapak dan ibu Mengapa begitu terlambat kami menyadari kalau kepadamu berdua kami harus banyak berterima kasih. Tetapi jangankan berterima kasih dan membalas jasa, sekedar bermuka manis saja di hadapanmu cukup jarang kami lakukan. Wahai Ibu. Betapa seringnya kami menyusahkan engkau. Ketika kecil, tangis kami di malam hari sering mengganggu nyenyak tidurmu. Ketika remaja, kenakalan kami acap kali membuat engkau menangis. Ketika dewasa ternyata tetap saja kami sering berbuat salah dan khilaf, tetapi masih saja engkau setia menemani kami dengan senyum yang tak pernah putus-putus, dengan kesabaran yang tak pernah habis dan dengan kasih sayang yang tak pernah pupus. Begitu banyak salah dan dosa kami ya Allah. Oleh karena itu, maafkanlah kami, maafkanlah ibu bapak kami, ampunilah dan sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka menyayangi kami sedari kecil sampai dewasa.

Semua ini ya Allah pengakuan dan pengaduan kami sebagai kami yang tak pandai bersyukur kepada-Mu, kami tak pintar berterima kasih kepada ibu bapak. Sepertinya dengan catatan ini kami tak punya potongan untuk menjadi penduduk surga, tetapi sungguh sangat tak mungkin kami dapat menanggung azab neraka-Mu. Oleh karena itu ya Allah, maafkanlah kami, kasihanilah kami, ampunilah kami, terimalah taubat kami, mudahkanlah segala urusan kami, jadikanlah jalan di depan kami ini lurus yaitu jalan orang yang Engkau anugrahi nikmat kepada mereka dan bukan jalan yang Engkau murkai.

ربنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب الناروأدخلنا الجنة مع الأبرار يا عزيز يا غفار يا أرحم الراحمين . والحمد لله رب العالمين

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Penulis : Prof Dr H Andi Marjuni M Pd
Ridwan
Ridwan Senin, 31 Maret 2025 01:46
Komentar