Logo Header

Amputasi Perilaku Korup dalam Ramadan

Nuri
Nuri Kamis, 06 Maret 2025 16:12
Amputasi Perilaku Korup dalam Ramadan

Muhammad Aras Prabowo
(Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia)

Ramadan bukan sekadar ritual tahunan yang diisi dengan ibadah puasa, juga momentum refleksi dan transformasi moral. Setiap muslim diajarkan untuk mengendalikan hawa nafsu, termasuk menekan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai kejujuran dan integritas.

Sayangnya, kasus korupsi tetap menjadi momok yang mencederai nilai-nilai tersebut. Salah satu kasus yang mengemuka adalah dugaan korupsi di tubuh Pertamina Patra Niaga. Hal ini semakin menegaskan betapa akar masalah ini perlu segera diamputasi, bukan sekadar diobati dengan hukuman yang kerap tidak memberikan efek jera.

Dugaan kasus korupsi tersebut menggambarkan bagaimana perilaku serakah dan ketidakjujuran masih merajalela dalam tubuh birokrasi dan korporasi negara. Bukannya mengelola sumber daya minyak dan gas untuk kesejahteraan rakyat, para oknum justru memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh negara dan masyarakat.

Ramadan seharusnya menjadi ajang muhasabah bagi setiap individu, terutama mereka yang diberi kepercayaan untuk mengelola aset publik. Sayangnya, kasus-kasus seperti ini membuktikan bahwa kesadaran moral masih rendah, bahkan dalam bulan penuh keberkahan ini. Oleh karena itu, amputasi perilaku korup menjadi urgen dan tidak bisa ditunda lagi.

Pendidikan antikorupsi harus menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan diperkuat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah Ramadan. Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, juga melatih disiplin dan kejujuran. Jika nilai-nilai ini diinternalisasi sejak dini, maka individu yang tumbuh di masyarakat akan lebih memiliki kesadaran tinggi dalam menjunjung kejujuran dan menolak praktik korupsi.

Puasa mengajarkan kejujuran, pengendalian diri, dan kepedulian terhadap orang lain. Seorang yang berpuasa sadar bahwa meskipun tidak ada manusia yang melihat, Allah tetap mengawasi. Jika prinsip ini dipegang teguh, tidak akan ada korupsi, sebab kesadaran akan pengawasan Ilahi lebih kuat daripada sekadar ketakutan terhadap hukum manusia.

Ramadan adalah bulan kepedulian. Semangat berbagi mengajarkan bahwa kekayaan bukan untuk ditimbun sendiri, tetapi harus bermanfaat bagi orang lain. Koruptor bertindak sebaliknya, yakni menumpuk harta dengan cara haram, tanpa memikirkan dampak sosialnya. Jika semangat berbagi ini benar-benar dihayati, maka korupsi tidak akan mendapat tempat dalam hati manusia.

Ibadah selama Ramadan, seperti salat, zikir, dan tilawah Al-Qur’an, bertujuan membersihkan hati dan meningkatkan kesadaran moral. Orang yang rajin beribadah seharusnya memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kecurangan dan kezaliman. Jika setelah menjalani ibadah Ramadan, seseorang tetap melakukan korupsi, maka ada yang salah dalam caranya memahami dan mengamalkan agama.

Rasulullah SAW adalah sosok yang paling jujur dan amanah. Beliau tidak pernah menggunakan kedudukannya untuk kepentingan pribadi. Dalam Ramadan, beliau bahkan semakin meningkatkan ibadah dan kepedulian sosialnya. Jika kita benar-benar menjadikan beliau sebagai teladan, tidak akan ada ruang bagi korupsi dalam kehidupan kita.

Selanjutnya, Idulfitri bukan sekadar perayaan, tetapi simbol kemenangan atas hawa nafsu. Sayangnya, bagi sebagian orang, Idulfitri justru menjadi ajang pemborosan yang didanai dari praktik korupsi. Seharusnya, kemenangan yang diraih setelah sebulan penuh berpuasa adalah kemenangan dalam menjaga integritas dan menjauhi perilaku korup.

Sedekah, infak, dan zakat, adalah bentuk nyata dari kejujuran dan kepedulian terhadap sesama. Koruptor adalah kebalikan dari orang yang gemar bersedekah. Mereka malah mengambil hak orang lain untuk kepentingan pribadi. Jika setiap muslim memahami bahwa harta yang mereka miliki harus dibersihkan melalui zakat dan infak, maka keserakahan yang menjadi akar korupsi dapat ditekan.

Ramadan seharusnya menjadi momen untuk mengamputasi perilaku korup, bukan sekadar memperbaiki citra dengan donasi atau aksi sosial yang bersifat kosmetik. Perubahan harus dimulai dari kesadaran individu, diperkuat oleh sistem yang transparan, dan didukung penegakan hukum yang tegas. Jika nilai-nilai Ramadan benar-benar dihayati, maka korupsi tidak akan lagi menjadi penyakit kronis dalam tubuh bangsa ini.

Nuri
Nuri Kamis, 06 Maret 2025 16:12
Komentar